Tuesday, May 1, 2007

SIAPA BERTANGGUNG JAWAB?!?

A. Pendahuluan

Kemajuan kebudayaan sebuah bangsa berbanding lurus dengan kemajuan pendidikannya. Melalui pendidikan, sebuah bangsa mewariskan nilai-nilai budayanya. Ada hubungan timbal-balik antara pendidikan dengan masyarakat dalam sebuah bangsa. Namun, siapakah yang berperan dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan dan memajukan pendidikan?

Tulisan ini akan membahas mengenai peranan dan tanggung jawab dalam pendidikan. Bagian pertama akan membahas mengenai peranan dan tanggung jawab keluarga terutama orang tua. Bagian kedua akan membahas mengenai peranan dan tanggung jawab masyarakat. Sedangkan, bagian terakhir akan membahas peranan dan tanggung jawab pemerintah atau negara dalam pendidikan.

B. Peranan dan Tanggung Jawab Keluarga

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat. Dalam bentuk yang paling kecil keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga diatur hubungan antar-anggota keluarga, sehingga setiap anggota keluarga memiliki status dan peran yang jelas. Secara sederhana keluarga dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga inti hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan, keluarga luas terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi, ayah, ibu, anak, sepupu, dan lain-lain. Pada umumnya keluarga memiliki fungsi-fungsi tertentu. Di antaranya adalah fungsi afeksi, fungsi perlindungan, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Berikut penjelasannya:
Fungsi Afeksi
Keluarga yang ideal adalah keluarga yang selalu memberi kehangatan dan kasih sayang bagi anggota-anggotanya. Fungsi ini amat lekat dengan kebutuhan manusia akan kasih sayang untuk mencintai dan dicintai.
Fungsi Perlindungan
Keluarga juga memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya terutama kepada anak. Fungsi ini amat lekat dengan kebutuhan manusia akan rasa aman.
Fungsi Ekonomi
Keluarga, terutama orang tua, juga berfungsi memberikan kebutuhan ekonomi bagi para anggotanya dalam rangka melanjutkan kehidupannya.
Fungsi Pendidikan
Keluarga juga memberikan pendidikan bagi anggota-anggotanya. Seorang anak pertama kali mengalami sosialisasi dalam kehidupan keluarga. Dalam proses sosialisasi seorang anak diberikan pendidikan mengenai lingkungannya. Selain anak, suami juga memberikan pendidikan terhadap isteri dan sebaliknya.

Jika dilihat dari fungsi-fungsi keluarga di atas, dapat dikatakan keluarga juga memiliki peranan dan tanggung jawab dalam pendidikan. Hal ini berkaitan dengan proses tumbuh dan kembang seorang anak agar dapat hidup ditengah masyarakat dan memecahkan permasalahan-permasalahannya. Keluarga mengajarkan nilai, norma dan perilaku yang diharapkan masyarakat kepada anaknya dalam rangka pembentukan karakter agar dapat berinteraksi dengan masyarakatnya. Selain itu, pendidikan dalam keluarga juga dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat memiliki kecakapan untuk menghadapi kehidupan.
Melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa pendidikan tidak terlepas dari pranata keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. UUSPN No. 20 tahun 2003/Bab IV/Pasal 7 ayat 1 dan 2 menyebutkan, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.” Meski UUSPN hanya menyebutkan peran keluarga dalam memilihkan pendidikan formal, tak dapat dipungkiri bahwa keluarga juga turut berperan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu, manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan, berketerampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia.

Islam juga memandang perlunya peranan dan tanggung jawab keluarga, terutama orang tua, dalam pendidikan. Keluarga turut membentuk seseorang memiliki kepribadian muslim (syakhsiyah Islamiyah) yang bertugas sebagai khalifah Allah dalam memakmurkan bumi. Al Qur'an menyatakan, ”Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. Padanya ada malaikat yang kasar dan bengis yang tidak durhaka kepada Allah (dalam menjalankan) apa yang diperintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” (QS. At Tahrim:6).

Pendidikan keluarga amat menentukan karakter dan jalan hidup seseorang. Rasulullah SAW mengatakan,”Tiada seorang anak dilahirkan melainkan dalam keadaan fithrah. Maka, ibu dan ayahnya-lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR. Bukhari). Oleh karena itu, setiap orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas peranan yang dilakukannya dalam mendidik anak. ”Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan akan ditanya mengenai rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya mengenai kepemimpinannya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya...” (HR. Mutafaq'alaih).

Peranan dan tanggung jawab keluarga, terutama orang tua, dimulai dari ketika anak lahir sampai menikah di usia dewasa. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, “Kewajiban orang tua kepada anaknya, yaitu memberi nama yang indah, mengajari sopan santun, membaca dan menulis, berenang, memanah, dan mengawinkannya apabila ia telah dewasa.” (HR. Hakim). Namun, jika memang diperlukan, keluarga tetap dapat melakukan pendidikan, seperti memberikan nasihat dan pengarahan bagi anaknya yang telah menikah. Hal ini dapat dilakukan karena Islam juga mengajarkan pendidikan sepanjang hayat.

C. Peranan dan Tanggung Jawab Masyarakat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat didefinisikan, “Sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang dianggap sama.” Sedangkan, Paul B. Horton dan C. Hunt berpendapat, “Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam jangka waktu yang lama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan menghabiskan waktu sebagian besar dalam kelompok tersebut.” Berbeda dengan itu, Selo Soemardjan berpendapat, ”Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.” Beberapa definisi di atas memiliki beberapa kesamaan, yaitu adanya sejumlah manusia dan adanya kebudayaan bersama yang terbentuk dan digunakan. Oleh karena itu, secara umum masyarakat adalah sejumlah manusia yang memiliki kebudayaan bersama dan mendiami suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama.

Jika dilihat dari ragam pendidikan anggotanya, masyarakat adalah sejumlah manusia yang memiliki ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai pada yang berpendidikan tinggi. Sementara itu, disadari atau tidak, masyarakat sebenarnya juga memberikan pendidikan bagi para anggotanya, baik dalam bentuk pendidikan formal atau non-formal. Dapat dikatakan bahwa masyarakat dan pendidikan memiliki keterkaitan setidaknya dalam tiga segi, yaitu:

Masyarakat adalah penyelenggara pendidikan, baik pendidikan yang dilembagakan atau tidak dilembagakan. Pendidikan yang dilembagakan berbentuk pendidikan formal dan non-formal, seperti sekolah dan kursus. Sedangkan, yang tidak dilembagakan berbentuk pendidikan informal dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat yang di dalamnya termasuk pranata-pranata sosial dan kelompok sosial, seperti keluarga, lingkungan rumah, teman sebaya, dan sekolah, juga berperan dalam mendidik seseorang, baik secara langsung atau tidak langsung.
Masyarakat juga menyediakan berbagai sumber belajar yang akan dimanfaatkan seseorang untuk bertahan hidup, meningkatkan kualitas dirinya, dan berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat.

Melalui penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat, terlihat peran dan tanggung jawab masyarakat yang besar pada pendidikan. Kemajuan lembaga-lembaga pendidikan sangat didukung oleh partisipasi masyarakat. Tanpa peran serta masyarakat, pendidikan tidak akan dapat berkembang dan tumbuh sebagaimana diharapkan. Peran dan tanggung jawab masyarakat setidaknya meliputi:

Masyarakat berperan dalam mendirikan dan membiayai sekolah.
Masyarakat berperan dalam mengawasi jalannya pendidikan yang dilakukan sekolah agar tetap berada pada tujuan pendidikan yang diinginkan masyarakat.
Masyarakat berperan dalam menyediakan tempat-tempat pendidikan, seperti museum, perpustakaan, gedung kesenian, kebun binatang, dan lain sebagainya.
Masyarakat juga berperan dalam memberikan sumbang-saran terkait dengan masalah-masalah yang sedang dipelajari anak didik. Dalam masyarakat terdapat orang yang memiliki keahlian khusus, seperti dokter, petani, peternak, pedagang, dan lain sebagainya, yang dapat diundang ke sekolah untuk memberikan penjelasan mengenai sebuah masalah.
Masyarakat berperan sebagai sumber belajar dan laboratorium yang sesungguhnya. Seseorang diharapkan dapat mengaplikasikan yang sudah dipelajari dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam perspektif bangsa Indonesia, peranan dan tanggung jawab pendidikan oleh masyarakat termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003. Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 juga disebutkan definisi, peranan dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. UUSPN Pasal 1 ayat 7 menyebutkan, “Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.” Lalu mengenai peranan dan tanggung jawab masyarakat tertuang dalam Pasal 8 ayat 1 dan 2 yaitu, “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.” Berdasarkan UUSPN tersebut, dapat dikatakan bangsa Indonesia juga memiliki peranan dan tanggung jawab dalam memajukan pendidikan nasional Indonesia.

Dalam perspektif Islam, peranan dan tanggung jawab pendidikan oleh masyarakat juga merupakan sebuah keharusan. Masyarakat Islam menjunjung nilai-nilai di antaranya adalah nilai ketuhanan, persaudaraan, keadilan, amar ma'ruf nahi munkar, dan solidaritas. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara...”(QS. Al Hujurat 10). Dari ayat tersebut amat jelas bahwa Islam menjunjung nilai persaudaraan.

Islam juga menjunjung nilai-nilai kebaikan aktivitas penyebaran kebaikan. Firman Allah, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru pada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka-lah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali Imran 104). Juga firman Allah, “Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma'ruf dan mencegah pada yang munkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran 110).

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al Maidah 78-79)

Dalam rangka menjaga dan mewariskan nilai-nilai tersebut, masyarakat Islam harus menyelenggarakan pendidikan. Sebab tanpa pendidikan, nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Islam akan punah sehingga menyebabkan kehancuran. Rasulullah SAW menekankan hal tersebut, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah hilangnya ilmu, maraknya kebodohan, merajalelanya perzinahan, banyaknya orang yang meminum khamar, habisnya kaum laki-laki dan hanya tinggal kaum wanita, sehingga seorang laki-laki berdiri di tengah lima puluh orang wanita.” (HR. Muslim).

Jika masyarakat Islam tak lagi peduli dan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan, maka Allah akan menjadikan mereka bodoh dan sesat. ”Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan begitu saja dari hamba-hamba-Nya. Tapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama sehingga Allah tidak menyisakan orang pandai. Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya dan memberi fatwa tanpa ilmu. Maka, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, jelaslah bahwa Islam juga memandang bahwa sebuah masyarakat yang dijiwai nilai-nilai Islam harus berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan.

D. Peranan dan Tanggung Jawab Pemerintah

Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, merupakan perwujudan dari masyarakat, bangsa dan negara. Pemerintah mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mengelola seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk bidang pendidikan. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah membuat produk-produk hukum, seperti undang-undang, peraturan-peraturan dan badan-badan yang mengawai pelaksanaan semua produk-produk hukum tersebut.
Pemerintah berperan dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan agar warga negara memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepandaian, kesadaran akan tugas dan kewajiban, serta memiliki jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara. Hal ini tertuang dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD 1945 hasil amandemen) Pasal 31 ayat 2 dan 3, ”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur Undang-Undang.”

Selain dalam UUD 1945 hasil amandemen, peran dan tanggung jawab pemerintah juga disebutkan dalam UUSPN No. 20 tahun 2003. Pada pasal 10 disebutkan peranan pemerintah yaitu, ”Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sedangkan, pada pasal 11 ayat 1 dan 2 dikemukakan tanggung jawab pemerintah, ”Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.”

Dalam perspektif Islam pemerintah juga memiliki peranan dan tanggung jawab dalam pendidikan. Sebab, setiap pemimpin (baca: pemerintah) akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan akan ditanya mengenai rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya mengenai kepemimpinannya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya...” (HR. Mutafaq'alaih). Penyelenggaraan pendidikan juga pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai pemimpin negara selepas perang Badar. Saat itu, Rasulullah SAW mempunyai banyak tawanan. Rasulullah SAW meminta pendapat Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Abu Bakar mengusulkan agar meminta tebusan untuk pembebasan tawanan, sedangkan Umar bin Khattab megusulkan agar membunuh saja seluruh tawanan. Tapi, Rasulullah SAW lebih menerima usulan Abu Bakar dan membebaskan tawanan dengan tebusan. Tawanan yang tidak mampu membayar tebusan diminta untuk mendidik sepuluh orang anak Madinah sampai mahir membaca dan menulis (HR. Muslim).Dari beberapa hal di atas dapat dikatakan bahwa Islam juga memandang bahwa pemerintah memiliki peranan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan.



E. Kesimpulan

Sebuah bangsa mewariskan nilai-nilai budayanya melalui pendidikan. Ada hubungan timbal-balik antara pendidikan dengan masyarakat dalam sebuah bangsa. Kemajuan sebuah bangsa tergantung dari kualitas pendidikannya dan kemajuan pendidikan tergantung dari kemajuan kebudayaan sebuah bangsa. Semua pihak berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan kemajuan pendidikan. Pihak-pihak yang berperan adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Semua pihak tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya.

F. Daftar Bacaan

Hasbullah. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Kusuma, Indra. Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoretis Filosofis. Surabaya: FIP IKIP Malang.
Manan, Abdul, et.al. 1988. Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Tirtahardja, Umar, Prof. Dr. 2005. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Uhbiyati, Nur, Dra. 1998. Ilmu Pendidikan Islam I. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Saturday, February 24, 2007

Jadi Orang Kreatif, Why Not?

Coba Deh Jadi Lebih Kreatif

Berpikir Kreatif
Secara sederhana kreativitas dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang baru dan bersifat inspirasional. Kreativitas sangat berguna bagi setiap manusia. Kegunaan kreativitas sejatinya adalah membantu setiap manusia untuk mengatasi perubahan-perubahan dunia tempat kita hidup. Untuk dapat bertahan di lingkungan yang baru, kita harus lebih fleksibel dan adaftif. Kreativitas akan membantu kita berada dalam posisi yang lebih baik dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan.

Kreativitas adalah produk dari proses berpikir kreatif. Dulu banyak orang yang berasumsi bahwa kreativitas hanyalah milik para seniman dan segelintir orang. Namun kenyataan pada hari ini, setiap orang bisa menciptakan hal-hal baru yang mungkin belum pernah terpikirkan oleh siapa pun. Jadi sebenarnya, setiap manusia memiliki potensi kreatif yang tak terhingga asalkan mereka melakukan proses berpikir kreatif. Cara-cara berpikir kreatif banyak dikaji oleh para pakar psikologi terapan. Namun setidaknya, cara berpikir kreatif itu memiliki lima tahap, yaitu:

1.Tahap Persiapan
Pada tahap ini pikiran kita berupaya mendefinisikan masalah, tujuan dan tantangan yang kita hadapi.
2.Tahap Inkubasi
Pada tahap ini pikiran kita sedang mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
3.Tahap Iluminasi
Pada tahap ini pikiran kita mulai memunculkan gagasan-gagasan yang ingin segera dikeluarkan.
4.Tahapan Verifikasi
Pada tahap ini pikiran kita memastikan apakah gagasan yang telah bermunculan benar-benar akan memecahkan masalah kita.
5.Tahap Aplikasi
Pada tahap ini kita mencoba untuk menjalankan gagasan-gagasan kita.

Dalam bukunya, Contextual Teaching and Learning, Elaine B. Jonshon, memberikan cara-cara berpikir kreatif. Menurut Jonshon, berpikir kreatif terkait dengan perhatian kita terhadap intuisi, menghidupkan imajinasi, berusaha mengungkap kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tak terduga. Jonshon juga yakin bahwa berpikir kreatif melibatkan aktivitas mental seperti:

1.Mengajukan pertanyaan.
2.Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tak lazim dengan pikiran terbuka.
3.Membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda.
4.Menghubungkan berbagai hal dengan bebas.
5.Menerapkan imajinasi pada setiap situasi.
6.Mendengarkan intuisi.

Cara berpikir kreatif lain yang menarik juga disampaikan oleh Edward de Bono. Ia menganalogikan proses berpikir kreatif dengan mengenakan topi-topi berwarna. De Bono memberi warna-warna topi pada setiap tahap proses berpikir kreatif, seperti :

1.Topi Putih
Saat kita memakai topi putih kita berpikir untuk mendefiniskan masalah kita dan fakta-fakta yang ada.
2.Topi Kuning
Lalu kita mengganti topi putih kita dengan topi kuning. Saat memakai topi kuning ini, kita berusaha untuk memunculkan gagasan dan mencari kebaikan-kebaikan dari gagasan-gagasan yang ada.
3.Topi Hitam
Saat berganti topi hitam, kita berusaha untuk mencari kelemahan atau keburukan-keburukan dari gagasan-gagasan kita.
4.Topi Merah
Saat berganti topi merah, kita mulai melibatkan intuisi dalam menilai gagasan-gagasan kita.
5.Topi Biru
Saat berganti topi biru, kita berpikir untuk mensistemasi gagasan-gagasan yang ada.
6.Topi Hijau
Terakhir adalah topi hijau. Saat kita memakainya, kita memastikan gagasan-gagasan kita untuk memecahkan permasalahan yang kita hadapi.

Peningkatan Kreativitas
Alan J. Rowe dalam bukunya Creative Intelligence menyatakan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan kreatif, namun pada tipe yang berbeda-beda. Rowe membagi kecerdasan kreatif dalam empat tipe, yaitu

1.Intuitif
Tipe kreativitas intuitif banyak dimiliki oleh para manajer, aktor dan politikus. Orang-orang yang memiliki kreativitas intuitif biasanya berfokus pada hasil dan menggunakan pengalaman masa lalu dalam memunculkan gagasan-gagasan.
2.Inovatif
Tipe kreativitas inovatif banyak dimiliki oleh ilmuwan, insinyur dan penemu. Orang-orang tipe ini biasanya menekankan pada daya cipta, eksperimen dan sistematika.
3.Imajinatif
Tipe kreativitas imajinatif banyak ditemui pada seniman, musikus, dan penulis. Orang-orang tipe ini biasanya banyak mengambil resiko dengan melewati batas-batas kebiasaan dan tradisi. Mereka lebih berpikiran terbuka dan humoris.
4.Inspiratif
Tipe kreativitas inspiratif banyak ditemui pada pendidik, penceramah dan penulis. Orang-orang tipe ini biasanya memiliki sudut pandang yang positif, mampu membaca kebutuhan orang lain dan menggerakan perubahan.

Rowe juga mengatakan bahwa setiap orang-orang dengan tipe kreativitas berlainan akan merespon masalah dengan cara yang berbeda pula. Oleh karena itu, Rowe menganjurkan untuk mengenal potensi kecerdasan kreatif kita terlebih dahulu sebelum kita meningkatkan kecerdasan kreatif kita. Inilah hal pertama yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan kreativitas. Kedua, kita harus terus membuka pikiran kita terhadap setiap gagasan-gagasan baru. Penjelajahan pikiran memungkinkan kita untuk mendapatkan banyak gagasan-gagasan baru. Cara terbaik untuk mendapatkan gagasan cemerlang adalah dengan mengumpulkan banyak gagasan.
Ketiga, kita juga harus terbiasa keluar dari kebiasaan dan tradisi agar senantiasa menemukan hal-hal baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kemapanan dalam cara berpikir dan bersikap kita akan menyebabkan kebekuan kreativitas. Oleh karena itu, kita harus berusaha mendobrak dan keluar zona nyaman kita. Keempat, kita harus senantiasa menambah wawasan. Proses kreatif bergantung pada wawasan pengetahuan dan pengalaman kita. Jika wawasan kita luas, maka kemungkinan gagasan-gagasan kreatif yang muncul akan lebih banyak. Jika tidak, maka akan sebaliknya.
Kelima, sebaiknya kita selalu menggunakan imajinasi. Otak kita senang menemukan pola, yaitu menghubungkan satu hal dengan hal lain yang berbeda untuk menemukan makna. Pada saat inilah diperlukan imajinasi agar segala sesuatu terlihat menarik dan menakjubkan. Keenam, kita juga harus melakukan relaksasi sesering mungkin dan mengisi sumber-sumber inspirasi kita. Kejenuhan akan membuat kebekuan. Oleh karena itu, relaksasi akan membuat kita segar kembali. Perasaan yang tenang, senang dan gembira akan mempermudah munculnya gagasan-gagasan cemerlang kita. Ketujuh, Daniel Goleman dalam The Creative Spirit menganjurkan kita untuk juga menciptakan komunitas kreatif. Sebab manusia saling bergantung satu dengan yang lain. Komunitas juga dapat mendorong kita agar lebih kreatif lagi dalam kehidupan ini.

Peranan Berpikir Kreatif dalam Belajar

Kreativitas juga diperlukan dalam belajar. Berpikir kreatif akan mempermudah kita untuk menyerap dan menyimpan informasi yang didapat melalui proses belajar dengan baik. Hal ini juga mendorong kita untuk memahami masalah dengan cepat dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat solutif dengan cara yang tepat. Banyak metode pembelajaran yang menerapkan berpikir kreatif dalam proses belajar. Namun, disini akan dibahas satu contoh saja, yaitu Quantum Learning. Sengaja dipilih Quantum Learning karena dianggap sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir kreatif sebagaimana disebutkan di atas.
Quantum Learning terdiri atas beberapa kegiatan yang berusaha menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan. Otak kiri menangani masalah-masalah logika, sedangkan otak kanan menangani aspek-aspek emosi. Quantum Learning juga berusaha mengakomodasi setiap gaya belajar si pembelajar yang terdiri dari tiga modalitas utama, yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik. Dalam Quantum Learning kegiatan belajar dimulai dengan pertanyaan Apa Manfaatnya Bagiku? (AMBAK). Hal ini dilakukan untuk mengaitkan materi belajar dengan konsep-konsep yang dimiliki si pembelajar. Pada tahap ini si pembelajar akan mencoba mendefinisikan permasalahan-permasalahan untuk kemudian membuatnya tertarik untuk belajar. Dari sinilah awal proses me-makna-i materi belajar oleh si pembelajar dimulai.
Dalam menyimpan informasi Quantum Learning mengajarkan super memory system. Tehnik ini berusaha mengaitkan informasi yang didapat dengan imajinasi si pembelajar. Semakin konyol dan menarik imajinasi yang dibangun, maka akan semakin berkesan. Bila pengalaman belajar sangat berkesan, maka akan mudah untuk disimpan dan ditampilkan kembali.
Quantum Learning juga menganjurkan penggunaan Mind-Mapping untuk mengorganisasi informasi yang diserap. Menurut Tony Buzan, pencipta Mind-Mapping, sistem mencatat dalam Mind-Mapping sama dengan sistem kerja otak kita. Mind-Mapping adalah catatan yang dibuat dalam selembar kertas dalam bentuk cabang-cabang. Tony Buzan juga sangat menganjurkan menggunakan huruf kapital, warna dan gambar dalam Mind-Mapping. Semakin sedikit tulisan dalam Mind-Map dan semakin banyak gambar yang mewakili gagasan-gagasan kita, maka semakin bagus dan berkesan. Mind-Mapping juga mengajarkan agar selalu memperbarui gambar dan simbol yang kita gunakan agar selalu menghasilkan kesan-kesan yang berbeda sehingga menimbulkan makna.
Sebenarnya masih ada beberapa kegiatan yang digunakan pada Quantum Learning, seperti Speed-Reading dan penggunaan musik dalam belajar. Namun, beberapa kegiatan di atas dirasa sudah cukup menggambarkan penggunaan kreativitas dalam Quantum Learning. Hal ini menunjukkan bahwa peranan berpikir kreatif dalam proses belajar dalam mempermudah kita menyerap dan menyimpan informasi.

Daftar Bacaan

Jonshon, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Penerbit Mizan Learning Center.

Rowe, Alan J. 2004. Creative Intelligence: Membangkitkan Potensi Inovasi dalam Diri dan Organisasi Anda. Bandung: Penerbit Kaifa.

Goleman, Daniel, Paul Haufman dan Michael Ray. 2005. The Creative Spirit: Nyalakan Jiwa Kreatifmu di Sekolah, Tempat Kerja, dan Komunitas. Bandung: Penerbit MLC.

DePorter, Bobbi, Mark Readon. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Friday, February 23, 2007

Materi Pelajaran : Kebudayaan Masa Pra-aksara

KEBUDAYAAN MASA PRAAKSARA


Masyarakat Praaksara adalah zaman bumi baru terbentuk sampai adanya masyarakat manusia. Namun, masyarakat manusia itu kebudayaannya belum mengenal tulisan.

A. Periodisasi praaksara berdasarkan Geologi

Arkaekum
Zaman ini terjadi sekitar 2500 juta tahun yang lalu. Belum ada kehidupan pada zaman ini karena kondisi Bumi yang masih belum stabil dan panas.
Paleozoikum
Zaman ini disebut juga zaman Primer dan terjadi sekitar 340 juta tahun yang lalu. Sudah ada kehidupan berupa makhluk bersel satu, beberapa jenis ikan, amphibi dan reptil. Kondisi bumi juga belum stabil dan masih agak panas.
Mesozoikum
Zaman ini sebut juga zaman Sekunder dan terjadi sekitar 140 juta tahun yang lalu. Kehidupan makin berkembang dengan munculnya reptil-reptil besar yang disebut Dinosaurus dan burung-burung yang besar. Tak heran zaman ini diberi julukan Zaman Reptil.
Neozoikum
Zaman ini disebut juga Kainozoikum dan terjadi sekitar 60 juta tahun yang lalu. Zaman ini terbagi dua masa, yaitu Zaman Tersier yang ditandai dengan munculnya binatang-binatang Mamalia dan Zaman Kuarter yang ditandai dengan munculnya beberapa jenis manusia purba. Zaman Kuarter terbagi lagi menjadi dua, yaitu Zaman Dilluvium (Pleistosin) yang disebut juga Zaman Es dan Zaman Alluvium (Holosin) yang ditandai dengan munculnya manusia.

B. Periodisasi praaksara berdasarkan Alat Kehidupan

Zaman Batu
Pada zaman ini manusia menggunakan batu sebagai alat-alat pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Zaman Paleolithikum
Zaman ini ditandai dengan penggunaan Kapak Genggam (Chopper) dari batu, alat-alat dari tulang, alat penusuk dari tanduk Rusa, dan mata tombak bergerigi. Di zaman ini manusia purba belum mempunyai tempat tinggal tetap (nomaden) dan masih mengumpulkan makanan dari berburu dan meramu (food gathering).
Zaman Mesolithikum
Zaman ini ditandai dengan penggunaan Kapak Pendek (Bache Courte) dari batu, kapak genggam Sumatera (Sumateralith) atau Pebble, sampah-sampah berupa kulit kerang (kjokkenmoddinger), dan goa tempat tinggal manusia purba (Abris Saus Roche). Di zaman ini manusia purba sudah agak menetap, seperti di goa-goa, dan sudah bercocok-tanam sederhana.
Zaman Neolithikum
Zaman ini ditandai dengan penggunaan Kapak Persegi, Kapak Lonjong dan Kapak Bahu. Di zaman ini kehidupan manusia purba sudah menetap dan mulai membuat sendiri bahan makanan (food producing).
Zaman Megalithikum
Zaman ini ditandai dengan bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu, seperti Kuburan Batu (Cipari), Sakrofagus (Bali), Waruga (Sulawesi), Meja Sesajen (Dolmen), Tugu Pemujaan (Menhir), dan Arca Pemujaan Batu. Di zaman ini kehidupan manusia purba sudah menetap dan memiliki aspek spiritualitas.

Zaman Logam
Pada zaman ini manusia sudah mengenal alat-alat kehidupan dari logam, namun batu masih dipergunakan.
Zaman Tembaga
Zaman ini menggunakan tembaga sebagai bahan pembuat alat-alat kehidupan sehari-hari kehidupan. Namun, ini tidak terjadi di Indonesia. Alat-alat dari Tembaga ini ditemukan di Semenanjung Malaya, Kamboja, Muangthai, dan Vietnam.
Zaman Perunggu
Zaman ini ditandai dengan penggunaan bahan perunggu yang dipergunakan untuk Kapak Corong atau Kapak Sepatu, mata tombak dan genderang dari Perunggu (Nekara), Candrasa, dan perhiasan-perhiasan dari perunggu. Pada masa ini sudah dikenal tehnik a cire perdue.
Zaman Besi
Zaman ini ditandai dengan penggunaan bahan besi yang dipergunakan untuk alat-alat kehidupan sehari-hari. Bijih besi dibentuk dengan cara dilebur dan dicetak dengan tehnik a cire perdue. Selain itu, ada dua tehnik lagi yang dikembangkan, yaitu bival dan bivalve.

C. Manusia Purba dan Para Penemunya

No.
Nama Penemu
Manusia Purba
Situs Penemuan

1.
Von Koenigswald
Meganthropus Paleojavanicus

2.
Eugene Dubois
Pithecanthropus Erectus
Desa Trinil, Jawa Timur
3.
Tjokrohandoyo & Duifjes
Pithecanthropus Mojokertensis
Desa Perning, Mojokerto dan Desa Sangiran, Surakarta
4.
Ter Haar, Oppernoorth, & Von Koenigswald
Homo Soloensis
Desa Ngandong, Blora, Jawa Tengah
5.
Van Reitschotten
Homo Wajakensis
Desa Wajak
6.
Theodore Verhoeven
Homo Florensis
Gua Liang Bua, NTT






D. Asal-Usul Ras Bangsa Indonesia

Menurut H. Kern dan Robert Heine von Geldern bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Tiongkok Selatan. Nenek moyang ini pindah lebih dahulu ke sekitar Vietnam untuk kemudian berpindah lagi menuju kepulauan Nusantara dengan menggunakan Perahu Bercadik. Pindahnya nenek moyang ini karena dua hal, yaitu bencana alam dan serangan dari suku bangsa lainnya. Oleh karena itu, bisa dikatakan nenek moyang bangsa Indonesia memiliki ras Mongolid.

Gelombang pertama nenek moyang ini pindah pada sekitar tahun 1500 SM dan disebut Proto-Melayu. Mereka pindah melalui dua jalur, yaitu jalur darat masuk ke Sumatera dan jalur laut yang masuk ke Sulawesi setelah transit di Filiphina. Gelombang kedua pindah sekitar tahun 500 SM dan disebut Deutro-Melayu. Mereka pindah melalui jalur darat.

E. Harun Yahya dan Penentangan terhadap Teori Evolusi

Harun Yahya adalah nama pena dari Adnan Oktar, seorang peneliti dari Turki. Harun Yahya sangat menentang Teori Evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Harun Yahya menemukan fakta-fakta bahwa klaim para pendukung Teori Darwin ternyata palsu. Sebagai gantinya, Harun Yahya mengemukakan Teori Penciptaan yang berisikan semua makhluk tidak ber-evolusi melainkan diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Materi Pelajaran : Hakikat & Ruang Lingkup Sejarah

HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP SEJARAH

Sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu Asy-Syajaroh, yang berarti Pohon.

Sejarah menurut para tokoh:
Aristoteles :
“Sejarah bergelut dengan yang partikular dan dengan apa yang aktual sudah terjadi.”
Francis Bacon :
“Sejarah mempelajari yang berkisar antara waktu dan tempat, dengan menggunakan ingatan sebagai instrumen.”
Vico :
“Sejarah adalah ilmu pertama manusia. Manusia yang menciptakan sejarah.”
Ibnu Khaldun :
” Sejarah adalah pengetahuan tentang proses-proses berbagai realitas dan sebab-musababnya secara mendalam.”
Collingwood :
“Sejarah merupakan ilmu atau suatu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menaruh perhatian terhadap tindakan manusia masa lalu yang diperoleh melalui interpretasi bukti sejarah dan demi self-knowlegde manusia.”
M. Ali :
“Sejarah adalah sejumlah proses perubahan, kejadian, dan peristiwa yang ada di sekitar kita.”

Tiga sudut pandang sejarah:
1.Sejarah sebagai Kisah
2.Sejarah sebagai Ilmu
3.Sejarah sebagai Seni
4.Sejarah sebagai Peristiwa

Tiga fungsi sejarah:
1.Fungsi Edukatif
2.Fungsi Inspiratif
3.Fungsi Rekreatif

Lima tahap penelitian sejarah:
1.Pemilihan Topik
Langkah awal dalam penelitian sejarah adalah menentukan topik bahasan yang akan diteliti. Penentuan topik harus mencakup 5W+1H (What,Where,When,Who,Why, dan How).
2.Heuristik
Heuristik adalah tahap pencarian sumber sejarah baik sumber lisan, tulisan atau benda. Selain itu, dikenal dua macam sumber, yaitu Sumber Primer dan Sumber Sekunder.
3.Verifikasi
Verifikasi adalah tahap mengkritisi sumber yang sudah didapatkan. Ada dua macam kritik, yaitu Kritik Ekstern dan Kritik Intern. Dari proses Verifikasi dihasilkan Fakta Sejarah.
4.Interpretasi
Interpretasi adalah tahap menafsirkan fakta-fakta sejarah yang sudah didapatkan. Penafsiran ini dapat dilakukan melalui Analisis dan Sintetis.
5.Historiografi
Historiografi adalah tahap menuliskan kembali suatu peristiwa sejarah sebagai sebuah bentuk catatan sejarah.

Belajar Sosial Itu Mengasyikkan !

" Kalau menurut saya, belajar sosial itu asyik dan enggak bikin pusing..."
- Husein, Kelas IX, 14 tahun, juara III Olimpiade Sains Nasional Fisika SMP 2005 -

" Belajar sosial itu seperti es. Kita harus menikmatinya sebelum mencair..."
- Fajar Sholihin Putra, Kelas IX, 14 tahun, Pemain Klub SMART-United yang menjadi juara II Islamic Friendship Competition se-Jawa Barat -

" Sebenarnya sih pelajaran sosial bisa menyenangkan dan juga bisa membosankan. Itu disebabkan karena faktor guru dan cara belajarnya. Kalau guru asyik otomatis siswanya juga asyik..."
- Yoki Putra, Kelas X, 16 tahun, SMA SMART Ekselensia Indonesia, Bogor, Jawa Barat.